Tanpa sepengetahuan Anda, setiap anak sebenarnya berjuang meregulasi emosinya dari waktu ke waktu. Termasuk ketika mereka menangis. Namun, anak-anak yang sering menangis bahkan untuk hal kecil, bisa jadi mereka memang sangat sensitif. Syukurlah ini tidak selalu buruk, hanya saja mereka butuh bantuan ekstra untuk mengelola emosinya. Berikut adalah cara menghadapi anak yang sering menangis sesuai saran dari ahli.

Tips Menghadapi Anak yang Sering Menangis

Anak-anak yang sering menangis kerap disebut gembeng atau cengeng. Padahal di balik itu, ada sosok berhati lembut yang sebenarnya hanya membutuhkan bantuan tambahan untuk mengelola emosinya. Berikut ini adalah pendapat para psikolog tentang cara menghadapi anak yang sering menangis.

1. Dr. Laura Markham

Cara Menghadapi Anak yang Sering Menangis

Dr. Laura Markham adalah psikolog, pakar positive parenting, sekaligus penulis buku “Peaceful Parent, Happy Kids”.

Menurutnya, tangisan anak adalah sebuah sinyal dan bukan sebuah masalah yang harus segera dihentikan. Dr. Markham juga menekankan pentingnya connection before correction.

Maksudnya, sebelum orang tua mencoba menghentikan tangisan atau mengoreksi sikap anaknya, orang tua perlu membangun hubungan emosional terlebih dahulu. 

Ini bisa dilakukan dengan mendengarkan anak tanpa menghakimi, menunjukkan empati, menunjukkan gestur yang lembut, dan menggunakan nada suara yang menenangkan.

BACA JUGA: GAYA PARENTING ORANGTUA GEN Z, MENARIK DAN BISA DITIRU!

2. Dr. Tovah Klein

Dr. Tovah Klein, seorang psikolog perkembangan anak dan penulis buku “How Toddlers Thrive”, memiliki pendekatan unik dalam menangani tangisan anak.

Ia percaya bahwa tangisan adalah bagian alami dari perkembangan anak, terutama pada masa balita—ketika anak masih belajar memahami dunia dan mengelola emosinya. 

Dr. Klein mengatakan bahwa anak kecil menangis karena mereka belum mampu mengelola emosi besar yang muncul tiba-tiba. Bukan untuk membuat orang tuanya kesal apalagi frustrasi.

Ini adalah cara anak mengatakan “Ada yang salah dan aku membutuhkan bantuan Mama”. Oleh sebab itu, orang tua perlu memberikan rasa aman dan membantu anak memahami emosinya.

Dr. Klein mengatakan bahwa orang tua yang tetap tenang dan hadir secara emosional bisa membuat anak “lebih terkendali”.

3. Dr. Daniel Siegel

Sebagai seorang neuropsikolog, Dr. Daniel Siegel yang juga merupakan penulis buku berjudul “The Whole-Brain Child dan Parenting from the Inside Out” memiliki pendekatan yang menarik tentang cara menghadapi anak yang sering menangis.

Teorinya dikenal sebagai brain integration, yakni bagaimana cara mengintegrasikan otak kiri dan otak kanan.

Seperti yang Mama tahu, otak kanan berfokus pada emosi dan kreativitas. Sementara otak kiri berfokus pada logika dan fakta.

Dan ketika anak menangis, otak kanannya lebih dominan sehingga Mama perlu “menyeimbangkannya” kembali. Caranya, mulai dengan menunjukkan empati terhadap perasaannya. Baru menambahkan elemen logis untuk membantu mereka menemukan cara menghadapi situasi.

Contohnya, “Mama mengerti kamu merasa bersalah karena tidak sengaja memecahkan gelas. Mari sekarang kita bersihkan supaya tidak ada yang terluka”.

Selain itu, Dr. Siegel juga mengajarkan konsep name it to tame it. Menurutnya, menamai emosi yang dirasakan anak bisa membantu menenangkan emosi dan meningkatkan pengendalian diri anak.

BACA JUGA: TIPS MELATIH ANAK MENJADI PENDENGAR YANG BAIK, MULAI DENGAN CONTOH!

4. Dr. Becky Kennedy

Cara Menghadapi Anak yang Sering Menangis

Dr. Becky Kennedy, psikolog klinis dan penulis buku “Good Inside: A Guide to Becoming the Parent You Want to Be” menawarkan pendekatan pengasuhan yang penuh empati dan berbasis koneksi.

Dalam hal ini, Dr. Becky berpendapat bahwa menangani tangisan anak adalah kesempatan untuk membangun rasa percaya diri, kemampuan regulasi emosi, dan hubungan yang lebih dalam dengan anak.

Oleh karenanya, Dr. Becky menekankan bahwa respons pertama yang sebaiknya ditunjukkan orang tua ketika anak menangis adalah calm and steady.

Ia mengasosiasikan orang tua adalah “jangkar emosional” bagi anak-anaknya. Jika orang tua tetap tenang, anak akan merasa lebih aman dan lebih mudah ditenangkan.

Namun, Dr. Becky juga menekankan bahwa empathy doesn’t mean agreement. Maksudnya, orang tua boleh saja menunjukkan empati pada perasaan anak, tapi tidak lantas harus menuruti semua keinginan anak.

Hanya dengan cara ini anak bisa merasa dimengerti tanpa harus memanipulasi situasi melalui tangisan.

5. John Gottman

John Gottman, seorang psikolog dan penulis buku “Raising an Emotionally Intelligent Child”, dikenal karena penelitiannya dalam bidang kecerdasan emosional dan pengasuhan anak.

Dalam berbagai kesempatan, Gottman sering menyampaikan pentingnya mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Dan dalam hal ini, orang tua berperan sebagai “emotional coach” yang akan membantu anak mengenali dan mengatasi emosinya.

Dalam pendekatan emotion coaching ada lima langkah utama yang ia sarankan, yakni:

  • Menerima perasaan anak sebagai sesuatu yang valid—jangan langsung menghakimi atau melarang anak merasakan emosinya.
  • Menyebutkan emosi anak sehingga anak merasa dimengerti.
  • Membantu anak memahami perasaannya.
  • Mencari solusi yang tepat dengan melibatkan mereka untuk berpikir bersama tentang cara mengatasi emosinya.
  • Memberi dukungan positif.

6. Dr. Catherine Steiner-Adair

Dr. Catherine Steiner-Adair, seorang psikolog klinis, konsultan, dan penulis buku “The Big Disconnect: Protecting Childhood and Family Relationships in the Digital Age” lebih menyoroti tangisan anak dari sudut pandang environment settings.

Dr. Adair berpendapat bahwa bisa saja anak sering menangis karena mereka kelelahan, bosan, atau overstimulasi.

Oleh karena itu, orang tua perlu menciptakan lingkungan yang tenang, terstruktur, dan sesuai dengan kebutuhan anak.

Selain itu, Dr. Steiner-Adair juga menekankan pentingnya koneksi emosional yang kuat dan stabil antara orang tua dan anak. Ini bisa membuat anak merasa aman untuk mengekspresikan perasaan mereka, termasuk saat menangis.

Dalam bukunya, Dr. Steiner-Adair juga mengingatkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam pengasuhan di zaman adalah gangguan teknologi dan media.

Ketika anak menangis, sangat penting bagi orang tua untuk meletakkan gawainya dan memberikan perhatian penuh kepada anak.

BACA JUGA: 7 CARA MENGATASI ANAK KECANDUAN GADGET SEBELUM KONSULTASI KE PSIKOLOG

7. Dr. Ross Greene

Terakhir, Mama juga bisa belajar cara menghadapi anak yang sering menangis dengan pendekatan yang dibuat oleh Dr. Greene, yakni Collaborative & Proactive Solutions (CPS).

Pendekatan ini melibatkan kerja sama antara orang tua dan anak untuk menyelesaikan masalah yang mendasari perilaku emosional anal.  Ini sangat berguna untuk membantu anak-anak yang sering mengalami ledakan emosi, termasuk menangis berlebihan. 

Langkah-langkah CPS yang disebutkan Dr. Greene meliputi:

  • Identifikasi pemicunya (empathy step). Mulailah dengan bertanya, “Apa yang membuatmu kesal?” atau “Sepertinya ada yang membuatmu kesal, coba ceritakan pada Mama”. Dalam tahap ini Anda hanya perlu mendengarkan tanpa menghakimi untuk memahami pemicu tangisan anak.
  • Menyatakan permasalahan (define the problem step). Jelaskan concern Anda terhadap perilaku anak dengan cara yang yang penuh empati, seperti “Mama ingin kamu merasa lebih baik supaya tidak terlalu sedih jika ini terjadi lagi.”
  • Bekerja sama untuk menemukan solusi (invitation step). Melibatkan anak secara aktif untuk mencari solusi, misalnya dengan bertanya, “Menurutmu, apa yang bisa kita lakukan supaya ini tidak terjadi lagi?”.

Dr. Greene percaya bahwa anak menangis bukan karena ingin membuat keadaan menjadi sulit, melainkan karena mereka belum terampil untuk meregulasi emosi atau memecahkan masalah secara mandiri.

Namun, dengan pendekatan CPS, anak merasa didengar dan belajar mengelola emosinya secara sehat.

Jadi itulah, pendekatan dan cara menghadapi anak yang sering menangis menurut saran psikolog. Selain melengkapi kebutuhan dan perlengkapan bermain si kecil, Mama juga bisa mendapatkan informasi menarik tentang dunia parenting di blog Mamasewa. Jangan sampai ketinggalan update terbarunya, ya!

Tinggalkan Balasan