Kasus kekerasan terhadap anak kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, menimpa Victory, anak selebgram Afifah Riyad yang baru berusia 2 tahun. Mirisnya, pelaku adalah pengasuh yang seharusnya menjadi orang terdekat dan terpercaya. Bukan hanya kekerasan fisik, Victory juga mengalami kekerasan verbal dan ancaman serius. Kasus ini agaknya kembali menjadi pengingat bahwa penting bagi orang tua untuk mengajari anak menghadapi kekerasan, terutama dari orang-orang di sekitarnya. Mari simak tips berikut!

Cara Mengajari Anak Menghadapi Kekerasan dan Melindungi Dirinya

Mengajari anak menghadapi kekerasan bukan berarti untuk menakut-nakuti atau mendorong mereka bersikap agresif—melainkan membekalinya dengan keterampilan bertahan, melindungi diri, dan mencari bantuan. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan orang tua sejak dini.

1. Ajarkan Anak Mengenali Perilaku yang Pantas dan Tidak Pantas

Anak perlu tahu bahwa tidak semua tindakan orang dewasa atau teman itu wajar dan bisa diterima. Jelaskan dengan bahasa sederhana contoh perilaku yang pantas, seperti menegur saat anak berbuat salah, serta perilaku yang tidak pantas, seperti menjambak rambut, mendorong hingga terjatuh, atau memberi ancaman menakutkan. Penjelasan ini membuat anak lebih peka terhadap perlakuan buruk dan berani menyampaikan jika mengalaminya. Dengan begitu, anak tahu batasan yang sehat dalam interaksi sehari-hari.

Baca Juga: Anak Aghnia Punjabi Dianiaya Pengasuh, Ternyata Bukan Pertama Kalinya!

2. Biasakan Anak Bicara Terbuka

Ciptakan suasana rumah yang membuat anak nyaman bercerita tanpa takut dimarahi atau dihakimi. Tunjukkan bahwa orang tuanya mau mendengarkan dengan serius setiap keluhannya, sekecil apa pun. Hindari meremehkan perasaan anak karena ini bisa membuat mereka menutup diri. Semakin terbuka komunikasi, semakin cepat orang tua mengetahui potensi bahaya yang mengancam anaknya.

3. Ajarkan Anak Menghafal Nomor Telepon Penting

Bantu anak menghafal nomor telepon orang tua atau kerabat terdekat. Jika anak belum bisa menghafal, tuliskan di kartu kecil yang bisa mereka bawa. Latih anak cara menghubungi nomor tersebut menggunakan telepon rumah atau ponsel. Langkah ini bisa menyelamatkan mereka jika butuh pertolongan segera.

Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Daycare Dibanding Babysitter, Mending Pilih Mana?

4. Latih Anak untuk Berteriak dan Mencari Pertolongan

Beri tahu anak bahwa jika merasa terancam, mereka boleh berteriak sekeras mungkin untuk menarik perhatian orang di sekitarnya. Ajarkan kalimat spesifik seperti “Tolong! Jangan sentuh saya!” agar pesan jelas dan langsung dipahami. Latih mereka mencari orang dewasa yang aman, seperti guru, satpam, atau ibu yang membawa anak. Respon cepat bisa mencegah situasi memburuk.

5. Gunakan Cerita dan Buku Edukasi

Buku bergambar atau cerita sederhana bisa menjadi sarana aman untuk membicarakan perilaku baik maupun buruk—termasuk yang berkaitan dengan kekerasan. Misalnya, kisah tentang anak yang awalnya suka menjambak atau mendorong, lalu belajar bahwa perbuatan itu menyakiti orang lain dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengekspresikan perasaan. Cerita seperti ini membantu anak memahami dampak tindakan buruk, sekaligus memberi ruang untuk mereka berbagi pengalaman atau kekhawatiran yang mungkin pernah dialami.

Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Korban Bullying, Tak Boleh Diremehkan!

6. Kenalkan Anak pada Orang Dewasa yang Bisa Dipercaya

Buat daftar singkat orang dewasa yang bisa dihubungi atau didatangi jika orang tua tidak ada, seperti kakek-nenek, tetangga dekat, atau wali kelasnya. Pastikan anak tahu wajah, alamat, dan cara menemukan orang tersebut. Beri tahu bahwa mereka tidak harus menghadapi masalah sendirian. Semakin banyak jaringan pendukung, semakin besar peluang anak mendapat perlindungan cepat.

7. Ajarkan Bela Diri Dasar

Kelas bela diri untuk anak, seperti taekwondo atau aikido, dapat membantu mereka memiliki keterampilan pertahanan diri yang aman dan terukur. Tujuannya bukan untuk menyerang, tetapi untuk melindungi diri jika berada dalam bahaya. Selain melatih fisik, bela diri juga menumbuhkan rasa percaya diri dan kesadaran situasi. Pilih pelatih yang memahami psikologi anak agar metode latihan tetap aman dan menyenangkan.

Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Pelaku Bullying, Ajarkan Ini pada Anak!

Kejadian yang menimpa Victory menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap anak bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Semoga peristiwa seperti ini tidak pernah terulang lagi dan mari antisipasi kasus ini dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan di atas untuk melindungi sekaligus mengajarkan nilai empati pada anak.

Temukan berbagai insight dan tips seputar dunia parenting lainnya di Mamasewa, agar Anda semakin siap mendampingi tumbuh kembang si kecil dengan bijak dan penuh kasih.

Tinggalkan Balasan