Pernahkah Mama mendengar istilah parentification? Kondisi ini terjadi saat anak “dipaksa” untuk mengambil peran orang dewasa, baik secara emosional maupun fisik, karena orang tua tidak mampu menjalankan fungsi tersebut sepenuhnya. Misalnya, anak diminta mengurus adik bayi, menjadi tempat curhat orang tua, atau bahkan ikut memikirkan masalah keluarga. Parentification sering kali tidak disadari, tetapi dapat berdampak pada tumbuh kembang, rasa aman, dan kesehatan mental anak di masa depan. Yuk, cari tahu apa itu parentification, penyebab, serta dampaknya bagi anak agar kita bisa lebih peka terhadap fenomena ini!

Apa Itu Parentification?

Apa Itu Parentification

Istilah parentification pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Boszormenyi-Nagy, seorang psikiater dan terapis keluarga, pada tahun 1960-an. Konsep ini muncul dalam konteks terapi keluarga untuk menggambarkan kondisi ketika anak mengambil alih tanggung jawab orang tua, baik secara emosional maupun praktikal, karena orang tua tidak dapat memenuhi perannya.

Menurut Journal of Child and Family Studies, parentification adalah kondisi ketika beban emosional atau tanggung jawab rumah tangga yang seharusnya menjadi kewajiban orang dewasa dialihkan kepada anak. Bentuknya bisa berupa parentification emosional, di mana anak menjadi pendengar curahan hati orang tua, hingga parentification instrumental, seperti merawat adik atau mengurus pekerjaan rumah.

Parentification sering kali terjadi secara tidak sadar, terutama di keluarga dengan masalah ekonomi, konflik rumah tangga, atau kesehatan mental orang tua yang terganggu. Kondisi ini mungkin terlihat “dewasa” dari luar, tapi dapat menimbulkan tekanan psikologis yang memengaruhi perkembangan anak di kemudian hari.

Baca Juga: Tips Parenting untuk Ibu Baru, Lebih Siap Hadapi Hari-hari Pertama Jadi Orang Tua

Dampak Parentification pada Anak

Parentification sering kali membuat anak terlihat lebih mandiri dan dewasa sebelum waktunya, tetapi di balik itu ada dampak psikologis yang cukup besar. Ketika anak dipaksa mengambil tanggung jawab orang dewasa, mereka kehilangan fase masa kecil yang penting untuk perkembangan emosi, sosial, dan mental. Akibatnya, pengalaman ini bisa memengaruhi cara anak melihat diri sendiri maupun orang lain di masa depan.

1. Kehilangan Masa Kanak-kanak

Anak yang mengalami parentification sering kali kehilangan kesempatan untuk bermain bebas, mengeksplorasi dunia, atau melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya. Mereka terlalu sibuk dengan peran “dewasa” yang dibebankan oleh lingkungan keluarga. Hal ini dapat membuat anak merasa tidak punya momen bahagia seperti teman-teman sebayanya. Dalam jangka panjang, hal ini bisa meninggalkan rasa penyesalan atau kekosongan emosional.

Baca Juga: 10 Alasan Anak Sekarang Mudah Stres, Pengaruh Sosial Media?

2. Risiko Gangguan Kecemasan dan Depresi

Tanggung jawab yang terlalu besar membuat anak rentan merasa tertekan dan cemas. Mereka bisa merasa gagal ketika tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua—meskipun sebenarnya itu bukan tugas mereka. Kondisi ini lama-lama bisa memicu gejala depresi, seperti kehilangan semangat atau perasaan tidak berharga. Saat dewasa, mereka mungkin kesulitan mengelola stres karena terbiasa memendam perasaan.

3. Kesulitan Menetapkan Batasan

Anak yang mengalami parentification sering tumbuh tanpa memahami batasan sehat dalam hubungan. Mereka terbiasa menomorsatukan orang lain hingga lupa mengutamakan diri sendiri. Akibatnya, ketika dewasa mereka lebih rentan dimanfaatkan karena tidak bisa berkata “tidak”. Pola ini juga dapat membuat mereka sulit membangun hubungan yang seimbang.

Baca Juga: 7 Tips Mengajarkan Sikap Asertif pada Anak, Kenalkan Manfaatnya!

4. Rasa Bersalah yang Berlebihan

Ketika gagal memenuhi tanggung jawab “dewasa”, anak bisa merasa bersalah seolah telah mengecewakan keluarga. Rasa bersalah ini sering terbawa hingga dewasa dan memengaruhi kepercayaan diri mereka. Mereka cenderung overthinking dalam mengambil keputusan karena takut melakukan kesalahan. Hal ini juga bisa menghambat keberanian mereka untuk mencoba hal-hal baru.

5. Terbentuknya Pola “Caregiver” yang Tidak Sehat

Anak yang terbiasa mengurus orang lain sejak kecil bisa tumbuh dengan pola pikir bahwa kebahagiaan orang lain selalu lebih penting daripada dirinya. Mereka bisa menjadi “caregiver” yang tidak seimbang, rela mengorbankan kebutuhannya sendiri. Dalam hubungan, mereka sering terjebak dalam peran penyelamat (rescuer) dan sulit meminta bantuan ketika butuh. Pola ini, jika tidak disadari, dapat berdampak buruk pada kesehatan mental mereka.

Baca Juga: 9 Tanda Anak Menjadi People Pleaser, Awas Ini Bukan Kebiasaan Baik!

Cara Mencegah Parentification

Apa Itu Parentification

Parentification sering terjadi tanpa disadari. Padahal, mencegahnya sangat penting agar anak tetap bisa menikmati masa kecilnya, belajar sesuai tahap perkembangan, dan tumbuh dengan emosi yang sehat. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua:

1. Pahami Batasan Peran Anak

Orang tua perlu menyadari bahwa anak tidak seharusnya memikul tanggung jawab yang melebihi usianya. Tugas mereka adalah belajar, bermain, dan mengembangkan kemampuan sosial. Dengan memahami batasan ini, orang tua dapat menempatkan anak sesuai porsi perkembangan mereka.

Baca Juga: 10 Cara Menghadapi Orangtua Narsistik, Waktunya Melepas Beban dan Memulihkan Diri

2. Cari Dukungan dari Orang Dewasa Lain

Jika merasa kewalahan, jangan ragu meminta bantuan pasangan, keluarga besar, atau teman dekat. Memiliki support system akan mencegah anak dijadikan “tempat curhat” atau tumpuan emosional. Dukungan ini juga membantu orang tua mengatur emosi dan beban tanggung jawab dengan lebih sehat.

3. Kelola Parental Stress dengan Baik

Stres yang tidak terkelola sering membuat orang tua secara tak sadar melimpahkan emosi pada anak. Luangkan waktu untuk self-care, seperti istirahat, olahraga ringan, atau sekadar berbicara dengan teman dewasa. Dengan emosi yang stabil, orang tua bisa lebih sabar dan tidak menuntut anak berperan sebagai “penyelamat”.

Baca Juga: Mengelola Parental Stress dengan Efektif, Harus Dipraktikkan!

4. Bangun Komunikasi Positif dengan Anak

Komunikasi yang sehat membantu anak memahami perannya di keluarga tanpa merasa terbebani. Jelaskan tanggung jawab ringan sesuai usia, seperti merapikan mainan atau membantu kecil-kecilan di rumah. Hal ini melatih anak untuk mandiri tanpa mengganggu masa kecil mereka.

5. Edukasi Diri tentang Parenting Sehat

Membaca buku parenting, mengikuti seminar, atau konsultasi dengan psikolog dapat membantu orang tua memahami pola asuh yang tepat. Pengetahuan ini bisa mencegah kebiasaan lama yang mungkin kurang sehat, seperti membebani anak dengan masalah orang dewasa. Semakin teredukasi orang tua, semakin bijak mereka mengasuh anak sesuai tahapannya.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Podcast Parenting, Topiknya Relate Banget!

Itulah informasi penting seputar parentification dan dampaknya pada anak. Sampai sini, pasti Mama semakin paham bahwa setiap anak berhak menjalani masa kecilnya dengan riang, tanpa terbebani oleh tanggung jawab orang dewasa.

Salah satu cara sederhana untuk mendukung tumbuh kembang yang sehat adalah memberi anak ruang bermain yang cukup, karena dari bermain mereka belajar mengelola emosi, melatih motorik, dan mengekspresikan diri.

Jika Mama ingin memberikan stimulasi bermain yang bervariasi tanpa harus membeli semua mainan, Mamasewa hadir sebagai solusi. Mama bisa sewa berbagai mainan edukatif yang mendukung tumbuh kembang anak, sekaligus membiarkan mereka menikmati dunia bermainnya tanpa batas. Yuk, cek koleksi mainan terbaik di Mamasewa sekarang!

Tinggalkan Balasan