“Ayo cepat makannya, nanti terlambat!” atau “Cepat pakai sepatu, kita harus berangkat!” —merasa familiar dengan kalimat ini? Memang bukan diagnosis medis resmi, tapi kebiasaan ini disebut dengan Rushed Parents Syndrome.

Ini adalah kondisi dimana orang tua selalu merasa dikejar waktu sehingga “menuntut” anak mengikuti ritmenya. Tanpa sadar ini bisa membuat anak stres atau malah tantrum. Lantas, kenapa kebiasaan ini muncul dan apa dampaknya untuk tumbuh kembang si kecil? Lebih penting lagi, bagaimana ya cara menguranginya? Yuk, simak pembahasannya sampai tuntas!

Apa Itu Rushed Parents Syndrome?

Rushed Parents Syndrome

Rushed Parents Syndrome adalah kondisi ketika orang tua merasa hidupnya dikejar waktu sehingga selalu ingin anak bergerak lebih cepat. Biasanya, ini terjadi karena padatnya jadwal orang tua, tuntutan pekerjaan, atau kebiasaan ingin semua serba cepat. Akhirnya, anak pun diminta makan lebih cepat, berpakaian lebih cepat, bahkan bermain pun harus dibatasi.

Sekilas terdengar sepele, tapi jika berlangsung terus-menerus, kebiasaan ini bisa memengaruhi emosi anak. Mereka bisa merasa tertekan, kehilangan keceriaan, bahkan jadi takut melakukan sesuatu karena takut dimarahi.

Padahal ritme anak memang berbeda dengan ritme orang dewasa. Umumnya, mereka butuh “waktu ekstra” untuk belajar, mencoba, dan menikmati proses.

Baca Juga: Strategi Disiplin Positif: Cara Efektif Membentuk Perilaku Baik Tanpa Marah-marah

Penyebab Rushed Parents Syndrome

Rushed Parents Syndrome

Sering merasa terburu-buru hingga tanpa sadar memaksa anak agar cepat-cepat menyelesaikan aktivitasnya? Ternyata ada beberapa faktor yang membuat orang tua terjebak dalam kebiasaan ini. Berikut di antaranya:

  1. Jadwal harian yang padat. Rutinitas harian yang penuh, mulai dari pekerjaan hingga urusan rumah tangga, membuat orang tua ingin semua serba cepat agar tidak ketinggalan jadwal.
  2. Kebiasaan hidup serba cepat. Hidup di era modern yang serba instan membentuk pola pikir bahwa semua harus selesai dengan cepat, termasuk urusan anak.
  3. Kurang sabar menghadapi ritme anak. Anak-anak butuh waktu lebih lama untuk makan, berpakaian, atau membereskan mainan. Kurangnya kesabaran membuat orang tua memilih memaksa anak agar lebih cepat.
  4. Kurangnya pengetahuan tentang dampaknya. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa kebiasaan ini bisa memengaruhi kesehatan emosional anak, sehingga terus mengulanginya tanpa pertimbangan jangka panjang.
  5. Kurangnya manajemen waktu. Kebiasaan menunda pekerjaan atau bangun kesiangan membuat orang tua harus mengejar waktu, anak pun ikut jadi sasarannya.
  6. Kebiasaan dari pola asuh masa lalu. Orang tua yang dulu sering diburu-buru oleh orang tuanya, cenderung meniru pola yang sama tanpa disadari.
  7. Kelelahan fisik dan mental. Ketika lelah, orang tua cenderung ingin semua selesai secepat mungkin, tanpa memberi ruang pada anak untuk mengikuti ritmenya sendiri.

Baca Juga: Mendidik Anak Disiplin Tidak Harus Keras! Ini Tipsnya, Bunda

Dampak Rushed Parents Syndrome terhadap Anak

Jika kebiasaan buruk ini terus dipelihara, efeknya bukan cuma bikin pagi ribut. Dalam jangka panjang, ritme hidup yang selalu dikejar bisa memengaruhi emosi, hubungan anak dengan orang tua, bahkan kebiasaan makan anak. Berikut 5 dampak yang perlu Mama waspadai:

1. Membuat Anak Mudah Stres dan Cemas

Saat terus didorong untuk “cepat!”, anak belajar bahwa rutinitas sama dengan tekanan. Ini bisa membuat mereka tegang saat makan, mandi, atau bersiap keluar rumah. Dalam jangka panjang, anak jadi lebih mudah cemas setiap ada transisi aktivitas.

Baca Juga: Stress Language Anak: Apa Itu dan Macam-macamnya

2. Menghambat Kemandirian

Karena dikejar waktu, orang tua sering mengambil alih dengan menyuapi, memakaikan baju, atau membereskan mainan. Anak jadi kurang kesempatan berlatih keterampilan dasar sehari-hari. Akibatnya, kemampuan mandiri datang lebih lambat dan anak mudah bergantung.

3. Membentuk Kebiasaan Makan yang Buruk

Makan sambil diburu-buru membuat anak fokus pada kecepatan, bukan rasa lapar atau kenyang. Alih-alih bisa eating mindfully, anak mungkin malah mengembangkan kebiasaan makan yang kurang baik, seperti pilih-pilih makanan  atau menolak makan sama sekali. Bahayanya, ini bisa terbawa sampai dewasa nanti.

Baca Juga: 9 Cara Melatih Mindful Eating pada Anak dan Kenapa Ini Penting

4. Menciptakan Ledakan Emosi

Sebagian anak merespons tekanan dengan tantrum berulang, menangis, atau menolak bekerja sama. Anak lain justru jadi diam, takut salah, dan tidak mau mencoba hal baru. Meski bak dua kutub yang berbeda, keduanya sama-sama merupakan tanda dari ritme emosi yang tidak sempat diproses dengan aman.

5. Mengganggu Hubungan Orang Tua dan Anak

Kalau interaksi lebih sering berupa instruksi dibanding koneksi, kedekatan emosional menurun. Anak merasa tidak didengar sehingga berkurang kepercayaan untuk bercerita. Padahal, rasa aman emosional adalah fondasi penting dalam tumbuh kembangnya.

Baca Juga: Multitasking Bukan Superpower: 7 Tips Mengatur Waktu antara Pekerjaan dan Keluarga untuk Ibu WFH

Cara Mengurangi Kebiasaan “Buru-buru”

Mengurangi kebiasaan ini bukan berarti Mama bisa menoleransi segalanya. Tetap anak perlu belajar disiplin dan menghargai waktu orang lain. Intinya adalah tentang menciptakan ritme yang lebih “ramah anak”, sambil tetap realistis dengan jadwal keluarga. Berikut lima langkah praktis yang bisa mulai Mama terapkan:

1. Persiapkan Malam Sebelumnya

Siapkan baju, perlengkapan sekolah, hingga bekal dari malam hari. Ini mengurangi drama memilih baju atau mencari barang di pagi hari. Dengan begitu, Mama bisa fokus mendampingi anak tanpa nada tergesa.

Baca Juga: 9 Langkah Mengajari Anak Mengelola Waktu, Cocok untuk Usia Sekolah!

2. Bangun Lebih Awal

Sering kali bukan anak yang lambat, tapi jadwal kita yang terlalu mepet. Cobalah pasang alarm lebih awal agar ada ruang bernapas. Waktu ekstra ini bisa dipakai untuk memberi anak kesempatan menyelesaikan aktivitas dengan ritme mereka.

3. Gunakan Timer yang Menyenangkan

Daripada terus berkata “cepat!”, pakai timer lucu atau lagu favorit anak sebagai pengingat waktu. Misalnya, “kita selesai sikat gigi sebelum lagu habis, ya.” Cara ini membuat transisi lebih ringan dan anak belajar mengelola waktu tanpa tekanan.

Baca Juga: Mengenalkan Konsep Waktu pada Anak, Kenapa Ini Penting?

4. Kurangi Jadwal yang Terlalu Padat

Kadang rasa terburu-buru muncul karena kita menjejalkan terlalu banyak aktivitas dalam satu hari. Cek kembali apakah semua kegiatan benar-benar perlu. Sedikit mengosongkan jadwal memberi ruang untuk interaksi yang lebih hangat.

5. Ubah “Ayo Cepat” Jadi Kalimat Afirmasi

Alih-alih “cepat makan!”, coba ganti dengan kalimat positif seperti “kamu hebat kalau bisa selesaikan ini sebelum berangkat.” Bahasa yang lebih suportif membantu anak merasa dihargai, bukan ditekan. Ini juga membentuk komunikasi yang lebih sehat.

Baca Juga: Balanced Parenting: Seni Menjadi Orang Tua yang Seimbang dan Sehat Mental

Itulah informasi seputar Rushed Parents Syndrome yang mungkin Mama butuhkan. Salah satu cara sederhana untuk menguranginya adalah dengan membiasakan rutinitas makan yang tenang dan disiplin sejak dini.

Caranya dengan membiasakan anak duduk di kursi makan agar fokus saat makan tanpa harus diburu-buru. Tapi karena hanya dipakai sebentar dan selanjutnya mereka bisa duduk di kursi biasa, sewa aja perlengkapan yang satu ini Mamasewa. Yuk, cek koleksinya dan temukan yang Mama butuhkan!

Tinggalkan Balasan