Di dunia digital saat ini, banyak anak dan remaja yang mencari perhatian dan validasi emosional melalui media sosial. Ini dikenal sebagai sadfishing, yaitu di mana seseorang sengaja membagikan kisah sedih atau perasaan berlebihan untuk mendapatkan respons dari orang lain. Meskipun terlihat seperti cara untuk mencari perhatian, sadfishing dapat menimbulkan dampak serius pada kesehatan mental. Di artikel ini, Mamasewa akan membahas bahaya sadfishing pada anak dan remaja serta mengapa penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap fenomena ini.
Bahaya Sadfishing pada Anak dan Remaja
Sadfishing bukan sekadar kebiasaan curhat di media sosial, tapi juga bisa menjadi pertanda adanya kebutuhan emosional yang belum terpenuhi. Jika dibiarkan, perilaku ini bisa berdampak negatif, baik bagi anak itu sendiri maupun orang di sekitarnya. Berikut ini adalah beberapa bahaya sadfishing yang perlu diwaspadai oleh orang tua.
1. Menumbuhkan Ketergantungan pada Validasi Eksternal
Anak yang sering melakukan sadfishing cenderung mengukur harga dirinya dari jumlah like, komentar, atau respons yang diterima. Mereka bisa merasa tidak berharga jika unggahannya tidak mendapat perhatian yang diharapkan.
Ketergantungan ini berbahaya karena membuat anak kehilangan kemampuan untuk membangun rasa percaya diri secara sehat.
Baca Juga: Seni Mendidik Anak di Era Digital: Tantangan dan Tips Menghadapinya
2. Mengaburkan Batas antara Realitas dan Drama
Dalam upaya menarik simpati, anak bisa mulai membesar-besarkan cerita atau menciptakan narasi yang tidak sepenuhnya benar. Lama-kelamaan, ini bisa membuat mereka kesulitan membedakan mana perasaan asli dan mana yang dibuat-buat untuk konsumsi publik.
Jika dibiarkan, hal ini bisa mempengaruhi cara anak memandang diri sendiri dan membangun hubungan sosial.
3. Risiko Kesehatan Mental yang Lebih Besar
Sadfishing bukan hanya soal pencitraan. Pada beberapa kasus, ini bisa menjadi gejala dari rasa kesepian, kecemasan, atau depresi yang tidak tertangani.
Ketika curhat di media sosial dan tidak mendapat respons yang diharapkan, anak bisa merasa makin terpuruk. Hal ini tentu dapat memperburuk kondisi mental yang sudah rentan.
Baca Juga: Cara Bijak Upload Foto Anak di Sosmed, Yuk Jaga Privasinya!
4. Meningkatkan Risiko Diejek atau Dibully Online
Tidak semua orang di media sosial memberikan respons positif. Anak yang terlalu sering curhat berlebihan bisa dianggap mencari perhatian dan jadi sasaran ejekan atau komentar sinis.
Ini bisa mempermalukan anak dan melukai harga dirinya, apalagi jika terjadi secara publik.
5. Menurunkan Empati dari Orang Lain
Jika terlalu sering membagikan keluhan atau drama pribadi, respons simpati dari orang lain bisa menurun. Teman-temannya bisa merasa jenuh atau menganggap bahwa anak tersebut tidak tulus.
Akibatnya, anak justru kehilangan dukungan sosial yang mereka butuhkan saat benar-benar dalam kesulitan.
Baca Juga: Mengajarkan Anak Menghadapi Teman Manipulatif, Jangan Sampai Dimanfaatkan!
6. Menciptakan Hubungan Sosial yang Tidak Sehat
Sadfishing bisa membuat anak terbiasa memanipulasi emosi orang lain untuk mendapatkan perhatian. Ini adalah awal dari pola hubungan yang tidak sehat, baik di dunia nyata maupun digital.
Alih-alih membangun koneksi yang tulus, anak justru membentuk relasi berdasarkan belas kasihan atau simpati semu.
7. Memicu Reaksi Emosional Berlebihan dari Teman atau Keluarga
Ketika anak memposting hal-hal yang terlihat menyedihkan atau mengkhawatirkan, orang-orang terdekat bisa merasa panik atau cemas.
Ini bisa menimbulkan kesalahpahaman dan ketegangan dalam keluarga atau lingkungan sosial. Apalagi jika ternyata postingan tersebut hanya bentuk sadfishing dan bukan cerminan kondisi sebenarnya.
Baca Juga: Bagaimana Cara Mengatasi Ketika Tahu Anak Dibully? Ini Pendapat Psikolog
Cara Menghindari dan Menangani Anak yang Melakukan Sadfishing
Menghadapi anak yang melakukan sadfishing membutuhkan pendekatan yang empatik dan bijak. Dalam hal ini, orang tua memiliki peran penting dalam membantu anak membangun kepercayaan diri serta mengekspresikan perasaan dengan cara yang sehat. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menangani perilaku ini secara tepat.
1. Bangun Komunikasi yang Terbuka dan Empatik
Sadfishing sering kali menjadi sinyal bahwa anak ingin didengar. Jadi, ciptakan suasana di mana anak merasa nyaman untuk bercerita tanpa takut dihakimi.
Tanyakan secara lembut tentang perasaannya dan dengarkan tanpa buru-buru memberi solusi karena sering kali yang mereka butuhkan hanyalah ruang untuk didengar.
Baca Juga: Brain Rot, 7 Alasan Kenapa Mama Harus Mewaspadainya!
2. Ajarkan Cara Mengekspresikan Emosi dengan Sehat
Bantu anak mengenali dan mengelola emosinya secara tepat, misalnya melalui jurnal harian, menggambar, atau berbicara langsung dengan orang tua atau konselor.
Jelaskan bahwa tidak semua perasaan perlu dibagikan ke media sosial. Validasi emosi mereka, tapi arahkan agar mereka belajar mengekspresikannya di ruang yang lebih aman dan personal.
3. Berikan Dukungan Emosional di Dunia Nyata
Anak yang merasa cukup diperhatikan di rumah akan lebih kecil kemungkinannya mencari perhatian di media sosial. Tunjukkan bahwa Mama hadir untuk mereka, bukan hanya saat ada masalah, tapi juga di kesehariannya.
Kebersamaan yang sederhana, seperti makan bersama atau berjalan sore, bisa memperkuat koneksi emosional.
Baca Juga: 5 Dampak Jika Anak Jarang Diajak Main Orang Tua, Bahaya untuk Masa Depannya!
4. Diskusikan Literasi Digital dan Risiko Media Sosial
Ajak anak untuk memahami bahwa apa yang dibagikan secara online bisa berdampak luas dan tidak selalu mendapat respons seperti yang diharapkan.
Libatkan mereka dalam percakapan soal privasi, konsekuensi unggahan, dan pentingnya berpikir sebelum posting. Beri contoh nyata agar mereka bisa membayangkan risikonya secara konkret.
5. Pantau Aktivitas Media Sosial dengan Bijak
Orang tua sebaiknya tetap terlibat dalam aktivitas digital anak, tapi tanpa bersikap terlalu mengontrol.
Cek sesekali apa yang mereka posting dan dengan siapa mereka berinteraksi, sembari tetap menjaga kepercayaan. Gunakan momen tersebut untuk berdiskusi, bukan menghakimi, agar anak merasa diawasi dengan kasih sayang.
Baca Juga: 10 Alasan Kenapa Orangtua Perlu Fitur Parental Control
6. Libatkan Anak dalam Kegiatan Positif dan Bermakna
Bantu anak membangun identitas dan kepercayaan diri melalui kegiatan yang menumbuhkan rasa pencapaian, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial.
Ketika anak merasa berarti dan dihargai dalam kehidupan nyata, kebutuhan untuk mencari perhatian di media sosial akan berkurang. Ini juga membantu membentuk konsep diri yang lebih kuat.
7. Konsultasikan dengan Profesional Bila Perlu
Jika perilaku sadfishing anak terus berulang dan disertai tanda-tanda stres emosional, sebaiknya konsultasikan ke psikolog anak atau konselor sekolah.
Dukungan profesional dapat membantu mengidentifikasi akar masalah dan memberi strategi yang sesuai. Kadang, anak hanya butuh bantuan tambahan untuk memahami dirinya sendiri dengan lebih baik.
Baca Juga: 10 Alasan Anak Sekarang Mudah Stres, Pengaruh Sosial Media?
Setelah memahami bahaya sadfishing, Mama pasti paham jika perilaku ini bisa menjadi sinyal bahwa anak butuh lebih banyak perhatian, pemahaman, dan ruang untuk mengekspresikan diri secara sehat.
Dengan bimbingan yang tepat, anak bisa belajar membangun koneksi sosial yang tulus tanpa harus bergantung pada media sosial. Nah, salah satu cara sederhana yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan membantu anak menyalurkan energi dan waktunya ke aktivitas yang lebih positif.
Misalnya dengan mengajak mereka bermain, bereksplorasi, dan menciptakan pengalaman baru bersama keluarga. Nggak perlu bingung soal perlengkapan—semua kebutuhan aktivitas anak bisa kamu sewa dengan mudah di Mamasewa. Yuk, bantu anak tumbuh bahagia dengan cara yang lebih sehat dan menyenangkan!