Mama pasti tahu betapa pentingnya menumbuhkan harapan dan memperkuat keinginan anak untuk berusaha menjadi yang terbaik. Namun, berusaha menjadi sempurna bisa jadi lain cerita. Artikel ini akan membahas tentang perfeksionisme pada anak dan mengenali penyebab anak perfeksionis. Simak informasi selengkapnya di sini!
Mengenal Perfeksionisme pada Anak
Perfeksionisme pada anak terjadi ketika mereka menetapkan standar yang terlampau tinggi atau goals yang tidak realistis untuk dirinya sendiri. Sekilas ini mirip dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik. Namun, sebenarnya ada perbedaan yang membedakan keduanya.
Perfeksionisme sering kali melibatkan penetapan standar yang sangat tinggi, bahkan mustahil. Akibatnya anak menjadi lebih kritis terhadap diri sendiri jika standar ini tidak tercapai.
Sementara, anak-anak yang berjuang untuk menjadi yang terbaik fokus pada peningkatan secara berkelanjutan. Mereka mengembangkan growth mindset dan belajar dari kesalahan.
Baca Juga: Cara Mendampingi Anak yang Suka Mengeluh: Saran Ahli
Tanda-tanda Perfeksionisme pada Anak-anak
Mengenali tanda-tanda perfeksionisme sejak dini sangat penting untuk mengelola gejalanya. Jika Anda bertanya-tanya apakah si kecil mungkin seorang perfeksionis, berikut ini adalah tanda-tanda umumnya:
- Memiliki harapan yang terlalu tinggi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
- Merasa tidak berdaya karena takut gagal atau salah.
- Sangat sensitif terhadap kritik, juga sangat kritis terhadap orang lain.
- Memiliki kesadaran diri yang ekstrem dan harga diri yang rendah.
- Sering mengalami gangguan setelah menerima kritik.
- Bisa merasa sangat frustrasi karena gagal melakukan sesuatu.
- Kesulitan membuat keputusan atau memprioritaskan tugas.
Baca Juga: Tanda-tanda Anak Berbakat (Gifted), IQ Lebih dari 130?
Penyebab Anak Menjadi Perfeksionis
Sampai sini, Mama pasti bertanya-tanya dari mana datangnya perfeksionisme pada anak-anak. Penelitian menemukan bahwa perfeksionisme merupakan kombinasi kecenderungan bawaan dan faktor lingkungan. Itu artinya, ini dipengaruhi faktor internal dan eksternal, berikut rangkumannya.
1. Faktor Genetik dan Kepribadian
Sebuah studi membuktikan bahwa genetik berkontribusi dalam mengembangkan sifat perfeksionis. Pengaruh ini dapat membentuk cara seseorang memandang dan menanggapi tekanan dan tantangan.
Anak-anak yang mewarisi gen ini cenderung lebih sensitif terhadap kesalahan dan memiliki dorongan internal yang kuat untuk mencapai standar tinggi.
Baca Juga: 7 Gaya Belajar Anak Menurut Teori Pendidikan, Setiap Anak Unik!
2. Pola Asuh Orang Tua
Ekspektasi yang tinggi dan pola asuh yang terlalu berorientasi pada pencapaian turut memengaruhi. Itu membuat anak merasa bahwa nilai dirinya bergantung pada keberhasilan yang mereka raih.
Selain itu, kebiasaan orang tua memuji hasil, bukan usaha, juga bisa membentuk pola pikir bahwa kesempurnaan adalah satu-satunya ukuran keberhasilan.
3. Tekanan Akademik dan Lingkungan Sekolah
Anak-anak yang mengikuti program atau belajar di sekolah bergengsi, sering kali menghadapi tekanan besar untuk memenuhi standar yang tinggi—bahkan mengungguli teman-temannya.
Belum lagi jika mereka dihadapkan pada jenis ujian yang ketat atau persyaratan masuk yang kompetitif. Maka jangan heran kalau anak mengembangkan sifat perfeksionis.
Baca Juga: Mengelola Stres Anak karena Tekanan Akademik: Solusi untuk Orang Tua di Era Modern
4. Pengalaman Masa Kecil
Pengalaman masa kecil yang buruk, seperti trauma, pengabaian, atau disfungsi keluarga juga berkontribusi mengembangkan perfeksionisme.
Pengalaman-pengalaman ini sering kali menanamkan rasa takut gagal, membuat anak lebih sensitif menerima kritikan, dan membuat anak merasa harus melindungi dirinya. Dalam hal ini, perfeksionisme muncul sebagai mekanisme untuk menghindari penilaian negatif atau mendapatkan validasi.
5. Lingkungan yang Judgmental
Tumbung di lingkungan—keluarga maupun sekolah—yang sangat judgemental bisa membuat anak berpikir bahwa harga dirinya diukur dari kemampuan untuk berprestasi.
Itu membuat anak merasa terbebani oleh ekspektasi yang besar atau perbandingan yang tidak sehat sehingga anak merasa harus selalu sempurna supaya tidak “dikalahkan”.
Baca Juga: 10 Bahaya Membandingkan Anak, Sama Sekali Tidak Memotivasi!
6. Pengaruh Media Sosial
Paparan media sosial yang menampilkan standar kesempurnaan tanpa celah dapat membuat anak merasa harus selalu tampil sempurna.
Ini bisa diperparah dengan kebiasaan membandingkan diri dengan teman sebaya atau figur publik—membuat anak takut gagal atau merasa kurang kompeten.
7. Rasa Takut Gagal dan Kebutuhan Akan Validasi
Anak yang sering dikritik atau merasa bertanggung jawab untuk menyenangkan orang lain mungkin mengembangkan perfeksionisme sebagai mekanisme pertahanan.
Selain itu, sistem penghargaan yang niatnya untuk memotivasi, justru bisa membuat anak mengejar kesempurnaan sebagai sarana untuk mendapatkan validasi.
Jadi, itu ya Mam beberapa hal yang bisa menjadi penyebab anak perfeksionis. Dengan memahami ini, Mama bisa mendukung si kecil dengan menciptakan lingkungan yang membuatnya merasa aman tanpa harus jadi sempurna.
Yuk, bersamai tumbuh kembang si kecil dengan stimulasi dan perlengkapan yang bisa Mama temukan di Mamasewa. Cek koleksi selengkapnya hanya di www.mamasewa.com.