Di tengah gempuran digitalisasi, sekolah Waldorf justru sengaja menjauhkan siswanya dari perangkat komputer. Menariknya, sekolah ini malah menjadi pilihan para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP, hingga eBay untuk mengirim anak-anaknya belajar. Lantas apa yang membuat pendidikan Waldorf begitu istimewa? Berikut ulasan selengkapnya!
Apa Itu Pendidikan Waldorf?
Waldorf sebenarnya adalah nama sebuah sekolah di Stuttgart, Jerman, yang didirikan pada tahun 1919 oleh seorang filsuf kelahiran Austria bernama Rudolf Steiner. Itu kenapa beberapa orang menyebutnya sekolah Steiner.
Membawa aliran anthroposophy, Steiner melihat pendidikan dengan pendekatan humanistik.
Metode pembelajarannya pun banyak diterapkan melalui seni dan bercerita. Itu kenapa setiap proses pembelajaran Waldorf selalu diawali dengan storytelling.
Tujuannya untuk mendorong imajinasi dan kreativitas para siswa dalam mengembangkan kapasitas intelektual, emosional, fisik, dan spiritual sehingga mereka kelak tumbuh menjadi pemikir aktif serta individu yang ‘utuh’ dan siap melayani dunia.
Tujuan Pendidikan Waldorf
Model pembelajaran Waldorf bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat—tidak tergesa-gesa, mengikuti perkembangan anak.
Dan untuk mencapainya, Steiner berpendapat bahwa pendidikan harus diberikan secara holistik. Hanya dengan cara itu, anak akan tumbuh sebagai individu yang mampu menjalankan “amanatnya” selama hidup di dunia.
Lebih lanjut, Steiner menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga poros yang harus dikembangkan, yakni tangan (hands), hati (heart), dan kepala (head)—atau dikenal sebagai threefold human being.
- Tangan dan kaki berada di poros bawah, melambangkan aktivitas yang dipimpin oleh kehendak (willing).
- Hati berada di poros tengah, melambangkan aktivitas mengolah rasa (feeling).
- Kepala berada di poros atas, melambangkan aktivitas berpikir (thinking).
Baca Juga: Slow Parenting, Membesarkan Anak dengan Lebih Kalem
Tahap Perkembangan Anak dalam Pendidikan Waldorf
Konsep threefold human being ini kemudian dijabarkan lebih lanjut ke dalam tahap perkembangan anak, yang terbagi menjadi tiga tahap. Di mana setiap tahapnya membutuhkan pendekatan yang berbeda.
1. Usia Dini (0-7 Tahun)
Pada tahap ini, aktivitas utama anak adalah mengenali dan mengeksplorasi lingkungan melalui indranya.
Maka yang paling dibutuhkan anak di fase ini adalah keyakinan bahwa dunia ini adalah tempat yang baik.
Dan cara belajar yang paling efektif adalah dengan meniru. Maka dari itu, orangtua maupun guru harus mampu memberikan teladan yang baik dan layak untuk ditiru.
Sementara, yang perlu ditata dalam fase ini adalah ritme yang teratur untuk memberikan rasa aman, juga instruksi sesedikit mungkin untuk memberi ruang pada kehendaknya (willing).
2. Usia Pertengahan (7-14 Tahun)
Di tahap ini, anak mulai siap mengikuti kegiatan yang terstruktur. Kalau di tahap sebelumnya anak diberi kesempatan untuk menumbuhkan kehendak (willing), di tahap ini mereka akan belajar mengenal dan mengolah rasa (feeling).
Maka, yang paling dibutuhkan anak pada fase ini adalah mengalami dunia yang indah.
Dan selama periode ini, cara belajar yang paling efektif adalah dengan menyentuh perasaan dan menghidupkan kreativitasnya. Caranya dengan membangkitkan imajinasi anak, bisa melalui storytelling, bermain peran, atau berkarya seni.
Di tahap ini, proses belajar anak masih butuh panduan orangtua. Baik dalam keperluan akademik maupun untuk menumbuhkan kesadaran moral akan perannya di dunia ini.
3. Usia Remaja (14-21 Tahun)
Periode ini menandai kemandirian intelektual anak, di mana mereka mulai mengembangkan cara berpikir (thinking) yang kreatif.
Di tahap ini, penting bagi anak untuk memiliki pola pikir yang berorientasi pada kebenaran dan kejujuran.
Cara belajar yang paling efektif di fase ini adalah melalui pembelajaran kisah hidup orang-orang inspiratif sehingga mereka bisa memetik pelajaran dan mengolahnya sebagai pertimbangan-pertimbangan dalam hidup.
Di usia ini, anak perlu diberikan otonomi yang lebih besar, tapi tetap dalam bimbingan orang dewasa yang memiliki kepakaran di bidangnya.
Keunggulan Pendidikan Waldorf
Melihat penjelasan di atas, Mama bisa menemukan beberapa keunggulan dari metode pembelajaran ini, yaitu:
- Anak diizinkan untuk menikmati momentumnya dan bebas menjelajah untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
- Anak memiliki kebebasan untuk berkembang sesuai dengan ritme alaminya dan memperoleh pengalaman yang mereka butuhkan untuk mengaktualisasikan diri.
- Anak bisa mengembangkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang dunia dan dirinya sendiri melalui berbagai sudut pandang.
- Anak berperan aktif dalam menentukan soal bagaimana cara belajar yang mereka butuhkan.
- Anak tumbuh sebagai individu yang berwawasan luas, percaya diri, dan memiliki hasrat untuk terus belajar seumur hidupnya.
Itulah informasi mengenai pendidikan Waldorf yang mungkin belum terlalu familiar di telinga Mama. Tidak seperti Mamasewa, yang pasti muncul sebagai opsi pertama ketika Mama perlu menyewa perlengkapan tidur, traveling, makan, atau mainan untuk si kecil.
Semoga informasi ini bermanfaat dan bisa memberi wawasan baru untuk Mama, ya!