Belum lama ini jagad maya diramaikan dengan berita perundungan yang terjadi di salah satu sekolah swasta terkenal di Jakarta. Yang membuat kabar ini semakin heboh adalah keterlibatan salah seorang anak artis yang diduga kuat sebagai pelaku bully.
Belajar dari kasus ini, apa sih yang harus orangtua lakukan saat anaknya terbukti menjadi pelaku perundungan? Simak penjelasannya di sini!
7 Hal yang Harus Orangtua Lakukan Saat Anak Menjadi Pelaku Bully
Kebanyakan orangtua waspada agar anaknya tidak menjadi target bullying namun luput mengajarkan mereka untuk tidak menjadi pelakunya.
Padahal bullying tidak hanya meninggalkan luka pada korbannya tapi juga untuk si pelaku. Berikut ini Mamasewa sudah merangkum pendapat psikolog klinis, Dian Ibung., S.Psi., Psikolog, CMHA, perihal bagaimana cara menghadapi anak yang menjadi pelaku bully.
1. Ajak Anak Bicara Mengenai Kejadiannya
Hal pertama yang perlu orangtua lakukan saat menerima kabar anaknya menjadi pelaku bully adalah dengan mengajak anak bicara soal kejadian tersebut. Ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran dan check-recheck keterangan saksi.
Kalau memang benar adanya, tanyakan apa alasan, bagaimana, kapan, dimana, dan siapa saja yang terlibat dalam aksi perundungan itu. Tanyakan juga apa yang mereka pikirkan dan rasakan saat melakukan perbuatan tercela itu.
2. Dorong Anak untuk Bertanggung Jawab
Setelah memahami kondisi yang sebenarnya, orangtua perlu menjelaskan konsekuensi atas tindakan yang anak lakukan. Katakan juga bahwa mereka harus bertanggung jawab dan minta maaf pada korban dan pihak-pihak yang terdampak atas apa yang terjadi.
Selanjutnya, buat anak menyadari kesalahannya dan minta mereka berjanji agar tidak mengulangi tindakannya.
3. Menerima Konsekuensi
Meski berat dan sulit, orangtua harus mau menerima fakta bahwa anaknya memang berbuat salah. Soal orangtua yang membela anaknya berlebihan bahkan cenderung playing victim meskipun sudah terbukti bersalah, psikolog Dian Ibung menegaskan peran besar orangtua dalam hal ini adalah untuk mendidik anak.
Mencari pembenaran atas perbuatan salah justru membuat anak memiliki konsep diri yang tidak tepat dan tidak realistis. Mereka bisa merasa super power karena merasa punya bekingan yang bisa melindunginya dari perbuatan tidak terpuji.
Bahkan orangtua perlu memberikan hukuman yang proporsional atas ulah sang anak. Salah satunya lewat pemahaman agama dan nilai-nilai moral.
4. Menunjukkan Empati pada Korban dan Keluarganya
Selain harus mau dan mampu menerima fakta pahit ini, selanjutnya orangtua juga perlu menunjukkan empati pada korban, orangtua, maupun anggota keluarga korban lainnya.
Ini merupakan bentuk introspeksi sekaligus untuk menunjukkan penghormatan pada orang lain. Hal ini sekaligus memberikan warning pada si anak untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi karena orangtuanya membangunkan benteng perlindungan untuk si korban.
5. Membawa Anak Keluar dari Lingkaran Setan
Psikolog Dian Ibung juga menjelaskan bahwa kebanyakan pelaku bully dulunya adalah korban. Oleh karena itu, kejadian pahit ini harus bisa menjadi bahan renungan bagi orangtua untuk memperbaiki hubungan dan pola komunikasi dengan anak-anaknya.
Tugas orangtua selanjutnya adalah untuk membawa anak keluar dari lingkaran setan itu dan memastikan anak bergaul dengan lingkungan pertemanan yang positif.
6. Tidak Memberikan Hukuman Tambahan
Setelah anak menerima konsekuensi atas perbuatannya, berusahalah untuk tidak memberikan hukuman tambahan secara berlebihan. Pasalnya ini malah berpotensi membuat anak merasa tidak dipahami dan tidak diterima.
Padahal bagaimanapun, keluarga adalah tempat mereka untuk pulang dan mengobati lukanya. Kalau itu tidak mereka dapatkan dari rumah, tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali mengulangi perbuatannya di lain waktu.
7. Memaafkan Kesalahan Anak
Yang tak kalah penting, orangtua harus bisa memaafkan anak. Siapapun bisa bertindak bodoh dan membuat kesalahan. Tak terkecuali kita dan anak-anak kita. Oleh karena itu, memaafkan kesalahan anak adalah tanggung jawab kita sebagai orangtua.
Dan jangan mengungkit-ungkit kesalahan anak untuk menghukum mereka atas perbuatan yang telah mereka pertanggungjawabkan.Menjadi orangtua memang bukan peran yang mudah. Bayi mungil yang dulu selalu dalam gendongan dan kita ajak bermain ayunan kini telah tumbuh besar dengan membawa pendirian dan prinsipnya sendiri. Namun membersamai dan mendampingi anak adalah tanggung jawab yang harus kita emban sampai kapanpun.